Kacang tanah
merupakan salah satu komoditas palawija yang cukup penting dan perlu terus
dikembangkan mengingat produk kacang tanah digunakan sebagai bahan baku
industri makanan dan pakan seperti industri kacang kulit, kacang garing, kacang
bawang, industri ice cream, industri bumbu-bumbuan serta industri
catering.
Penanganan
pasca panen kacang tanah di tingkat petani pada umumnya masih dilakukan secara
tradisional seperti panen, perontokan polong, pengeringan, pengupasan kulit dan
sortasi. Kegiatan ini memerlukan cukup banyak tenaga kerja sehingga pada
saat-saat tertentu sering terjadi penundaan proses penanganan pasca panen yang
berakibat pada penurunan kwalitas hasil dan tingginya tingkat kehilangan hasil.
Umumnya pihak
industri membeli bahan baku kacang tanah dalam bentuk polong dan biji untuk
selanjutnya diolah menjadi berbagai macam produk. Pihak industri mempersyaratkan kepada petani untuk
dapat menjadi pemasok harus mampu memberi jaminan pasokan secara teratur dan
kontinyu serta dengan mutu sesuai standar. Untuk memenuhi persyaratan tersebut
petani harus mengubah cara-cara pengolahan pasca panen dari tradisional/manual
ke cara mekanis agar produktivitasnya dapat ditingkatkan dan mutu hasil dapat
di jamin. Dalam pengembangan alsin pasca
panen perlu dikembangkan sistem kerjasama yang memungkinkan petani mendapat jaminan pemasaran dengan
harga yang wajar serta pihak industri mendapatkan bahan baku yang lancar dengan
mutu yang standar, dengan demikian petani dapat menikmati peningkatan nilai
tambah hasil usahanya.
Pengembangan teknologi alsin pasca panen
ditujukan untuk meningkatkan produktivitas dan perbaikan proses penanganan
pasca panen agar dapat menekan tingkat kehilangan disebabkan karena
tercecer sebesar 12,2% dan susut mutu 8,5%.
Alat - Mesin Perontok Polong Kacang Tanah.
Efisiensi
perontokan 98,9%, berarti ada 1,1% polong yang tidak terontok. Hal ini agak
sukar dihindari karena letak polong tidak teratur, untuk polong yang berada di
ujung akar dapat terontok sempurna sedangkan polong yang ada ditengah
kemungkinan tidak terontok karena tidak terjangkau oleh gigi perontok.
Kualitas hasil perontokan terdiri dari
polong rusak sebesar 0,6%, tingkat kebersihan
95,2%. Terjadinya polong rusak pada umumnya disebabkan oleh pukulan
silinder perontok terutama pada polong yang tidak masuk sempurna ke dalam ruang
perontok. Tingkat kebersihan masih dapat ditingkatkan dengan menggunakan bahan
brangkasan kacang tanah yang kering sehingga kotoran berupa tanah, daun dan
batang kacang tanah dapat dipisahkan oleh hembusan udara blower.
Berdasarkan
hasil analisa ekonomi menghasilkan B/C ratio 1,02 yang berarti mengusahakan
alat ini dapat menghasilkan keuntungan. Biaya operasional cukup murah Rp.25/kg.
bila dibandingkan dengan perontokan secara manual memerlukan biaya perontokan Rp.175/kg.
Alat-Mesin Pengupas Kulit
Polong Kacang Tanah
Alsin pengupas kulit polong kacang tanah
terbuat dari bahan besi plat, plat berlubang, besi siku dan bagian utama
terdiri dari hoper, silinder pengupas, ayakan, kipas pembersih (blower) dan unit transmisi. Alat ini
digerakkan oleh motor bensin 5 Hp/2200 rpm.
Hasil analisis ekonomi menunjukkan bahwa
pengoperasian alsin pengupas kulit polong dapat menguntungkan dengan B/C ratio
2,47. Biaya pengoperasian alsin
Rp.35/kg. Biaya ini lebih kecil dari
pada biaya pengupasan secara manual sebesar Rp.110/kg
Alat Mesin Sortasi Biji Kacang Tanah
Alsin sortasi biji kacang tanah dirancang
untuk mensortir kacang tanah berdasarkan ukuran/diameter yang dibagi dalam 4 grade yaitu 8 mm, 7 mm, 6
mm dan lebih kecil 6 mm dengan kapasitas
250 kg/jam. Alat-mesin ini terbuat dari
plat dan pipa stainless steel dan
kerangka besi siku. Alat-mesin ini
terdiri dari 3 bagian utama yaitu hoper, silinder penyortir dan sistem
transmisi yang digerakkan oleh motor listrik ½ Hp/1400 rpm/1 phase.
Untuk
mensortir biji kacang tanah
digunakan putaran silinder sortasi 30
rpm. Pada putaran ini adalah putaran optimum yang mendapatkan hasil sortasi
yang paling baik, karena bahan cukup waktu untuk melalui proses sortasi dan
gaya sentrifugal cukup untuk mengeluarkan biji melalui lubang pensortiran.
Setelah proses penyortiran masih ada
biji-biji yang tercampur tidak sesuai
dengan grade yang diinginkan, seperti pada grade I masih tercampur dengan biji
grade II dan grade III, hal ini disebabkan karena bentuk
biji kacang tanah yang tidak
teratur (bulat dan gepeng). Untuk
biji yang berbentuk bulat dapat dilakukan pensortiran dengan baik, sedangkan
untuk yang berbentuk gepeng yang seharusnya tidak lolos pada lubang untuk grade yang sebenarnya, karena pada saat
melewati lobang sorting posisi kacang berada pada sisi yang terkecil maka biji
akan lolos.
Berdasarkan hasil analisa ekonomi
menunjukkan bahwa biaya pensortiran dengan alsin sortasi adalah
Rp.9/kg. Biaya ini jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan biaya
sortasi secara manual Rp.75/kg. B/C
ratio 1,33 menunjukkan bahwa alat ini
cukup layak untuk dikembangkan.\
1. Alat-mesin
penanganan pasca panen kacang tanah yang terdiri dari alat-mesin perontok
polong kacang tanah, alat-mesin pengupas kulit polong kacang tanah dan
alat-mesin sortasi biji kacang tanah dapat meningkatkan produktivitas kerja,
menekan tingkat kehilangan hasil, meningkatkan mutu hasil prosesing oleh petani
dan menekan biaya pengolahan hasil.
2. Alat-mesin
perontok polong kacang tanah dapat meningkatkan kapasitas perontokan mencapai
307,22 kg/jam, efisiensi perontokan 98,9%, tingkat kerusakan polong 0,6% serta
menekan biaya perontokan polong dari
Rp.175/kg menjadi Rp. 25/kg.
3. Alat-mesin
pengupas kulit polong kacang tanah dapat meningkatkan produktivitas kerja
mencapai 111,75 kg biji/jam, efisiensi pengupasan 90,0%, dengan kualitas hasil biji utuh
95,71%, biji rusak 4,29%, kotoran 0,49% dan menekan biaya pengupasan kulit dari
Rp.110/kg manjadi Rp.35/kg.
4. Alat-mesin
sortasi biji kacang tanah dapat meningkatkan produktivitas kerja menjadi 260
kg/jam dan dapat mensortir biji kacang tanah berdasarkan ukuran diameter biji
dalam 4 grade yaitu grade I: 8 mm, grade II: 7 mm, grade III: 6 mm dan Grade
IV: diameter dibawah 6 mm dengan kualitas hasil pensortiran pada grade I 91,1%,
grade II 89,7%, grade III 86,1% dan grade IV 88,3%, dan menekan biaya
penyortiran dari Rp.75/kg menjadi Rp.9/kg.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar