Rabu, 26 September 2018

Lembaga Pemasaran

Lembaga pemasaran adalah badan usaha atau individu yang menyelenggarakan pemasaran, menyalurkan barang dan jasa dari produsen ke konsumen akhir, serta mempunyai hubungan dengan usaha atau individu lainnya. Lembaga pemasaran muncul karena adanya keinginan konsumen untuk memperoleh komoditi yang sesuai dengan waktu, tempat, dan bentuk. Dalam pengaliran barang terdapat beberapa fungsi yang harus dilakukan baik oleh produsen, pedagang perantara maupun konsumen. Fungsi pemasarannya yaitu melakukan fungsi pemasaran secara berbeda-beda, sehingga tidak semua kegiatan dalam pemasaran dilakukan lembaga pemasaran. Dengan demikian petani atau produsen tidak akan melakukan keseluruhan kegiatan untuk menyampaikan hasil usahataninya ke tangan konsumen, sehingga petani membutuhkan keberadaan lembaga pemasaran di tengah-tengah petani (Swastha, 1979).
Hamid dan Teken (1972) menjelaskan, lembaga pemasaran dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu : 1) Tahap-tahap dalam proses pemasaran, yang terdiri dari pedagang pengumpul, pedagang penerima dan penyebar, pedagang pengecer, komisioner, pelelang dan pedagang keliling, 2) Kepemilikan dan penguasaan atas barang yang terdiri dari lembaga pemasaran yang memiliki dan menguasai barang, lembaga pemasaran yang tidak memiliki tetapi menguasai barang, lembaga pemasaran yang tidak memiliki dan menguasai barang.
Lembaga pemasaran bertugas untuk menjalankan fungsi-fungsi pemasaran serta memenuhi keinginan konsumen semaksimal mungkin. Menurut Mubyarto (1989) fungsi pemasaran yaitu mengusahakan agar konsumen memperoleh barang yang diinginkan pada tempat, waktu, bentuk, dan harga yang tepat dan fungsi pemasaran ini dikelompokkan pada tiga fungsi yaitu sebagai berikut :
1.             Fungsi pertukaran, merupakan tindakan untuk memperlancar pemindahan hak milik atas barang dan jasa, selain itu juga menjadi titik penentuan harga pasar. Fungsi pertukaran terdiri dari (a) fungsi penjualan,  dalam melakukan fungsi penjualan produsen harus memperhatikan kualitas, kuantitas, bentuk dan waktu yang diinginkan konsumen atau partisipan pasar dari rantai pemasaran berikutnya dan (b) fungsi pembelian, sesuai dengan karakteristik konsentrasi distributif pada sistem pemasaran produk pertanian, fungsi pembelian umumnya diawali dengan aktivitas mencari produk, mengumpulkan dan menegosiasikan harga .
2.             Fungsi fisik, terdiri dari (a) fungsi penyimpanan, merupakan aktivitas yang bertujuan agar produk tersedia dalam volume transaksi yang memadai dalam waktu yang diinginkan, (b) fungsi transportasi, meliputi kegiatan bongkar dan muat dan (c) fungsi proses, fungsi ini dicirikan oleh adanya perubahan wujud fisik barang.
3.             Fungsi fasilitas, adalah segala hal yang bertujuan untuk memperlancar fungsi pertukaran dan fungsi fisik. Fungsi fasilitas terdiri dari (a) fungsi pembiayaan, mencakup fungsi pengelolaan dana termasuk pengaturan syarat-syarat pembayaran yang dibutuhkan dalam mencapai konsumen akhir. Kegiatan fungsi-fungsi pemasaran yang memerlukan dana atau  pembiayaan adalah pembelian dan penjualan, biaya penyimpanan dan biaya angkut, (b) fungsi penanggung resiko, resiko yang terdapat dalam pemasaran mencakup penurunan mutu, kehilangan, kerusakan, perpanjangan kredit dan perubahan penawaran atau permintaan yang semuanya berdampak terhadap harga. Resiko ini disebabkan pergerakan atau pemindahaan barang melalui saluran pemasaran yang sering memakan waktu, (c) informasi pasar, dibutuhkan dalam menetapkan keputusan yang akan diambil untuk pemasaran suatu produk. Informasi pasar mengenai produk apa dan produk yang bagaimana yang diinginkan oleh konsumen yang ingin dilayani dan seberapa besar jumlahnya akan sangat menentukan keberhasilan pemasaran produk yang dihasilkan, (d) fungsi standarisasi dan grading, fungsi ini merupakan fungsi penunjang keberhasilan atau kelancaran terjadinya transaksi. Standarisasi merupakan kegiatan yang meliputi penetapan standar untuk produk, pengolahan produk dalam rangka penetapan standar-standar yang sesuai dan bila perlu dilakukan tindakan pengorganisasian sesuai dengan standar yang ditetapkan. Apabila produk mempunyai kualitas, ukuran dan jenis yang seragam serta nilai ciri-ciri sesuai dengan standar yang ditetapkan, maka konsumen dapat membeli produk tersebut dengan kepercayaan bahwa produk itu sesuai dengan kebutuhannya.

Antar lembaga-lembaga pemasaran akan terjadi kerja sama yang saling berhubungan dimana seluruh lembaga pemasaran dalam proses penyampaian produk dari produsen ke konsumen berhubungan satu sama lain yang arah pergerakan barang melalui lembaga-lembaga pemasaran ini membentuk saluran pemasaran. Imbalan yang diterima lembaga pemasaran dari pelaksanaan fungsi-fungsi pemasaran adalah margin pemasaran (terdiri dari biaya pemasaran dan keuntungan). Bagian balas jasa lembaga pemasaran adalah keuntungan yang diperoleh dari kegiatan pemasaran.

Selasa, 26 Juni 2018

PELAKSANAAN PENYADAPAN


Penyadapan adalah suatu kegiatan pokok dari pengusaha tanaman karet yang dimana bertujuan untu membuka pembuluh latek pada kulit pohon agar lateks cepat mengalir, kecepatan aliran lateks pada kulit pohon agar lateks cepat mengalir, kecepatan aliran lateks akan berkurang bila takaran cairan lateks pada kulit berkurang. Kulit karet dengan ketinggian 270 cm dari permukaan tanah merupakan modal petani karet untuk memperoleh pendapatan selama 25 tahun. Oleh karena itu penyadapan harus hati-hati agar tidak merusak kulit, jika terjadi kesalahan dalam penyadapan maka hasil produksi lateks akan berkurang dan akan merusak pohon karet tersebut. Untuk memperoleh hasil lateks yang baik, penyadap harus mengikuti aturan atau ketentuan dari perusahaan agar memeperoleh hasil produksi yang tinggi , menguntungkan serta tetap memeperhatikan kesehatan tanaman.
Penyadapan sebaiknya dilakukan sepagi mungkin yaitu setelah penyadapan dapat melihat tanaman dengan jelas sekitar pukul 05.00-09.00 karena tekanan turgo pada tanaman karet mencapai maksimum saat menjelang fajar.
Kegiatan penyadapan dilakukan dengan cara mengambil dan mengumpulkan scrub (lateks yang telah beku dijalur sadap), mengambil lump (sisa dari pengutipan lateks yang telah membeku dalam mangkok sadap) yang terdapat dimangkok sadap, pemasangan dan pembetulan talang sadap, menyadap dan membetulkan mangkok, pengumpulan lateks, pegangkutan ke gudang dan pembuatan slab (pembekuan lateks) sebelum disimpan di gudang.


Senin, 22 Januari 2018

CABAI: Harga Melambung, Siapa yang Untung?

Masyarakat selalu beranggapan jika harga cabai tinggi, maka petanilah pihak yang sangat diuntungkan. Mereka suka berhitung sederhana, jika bertanam cabai satu hektar dengan hasil panen minimum 5 ton, harga ditingkat petani Rp 50.000/kilogram, dan biaya produksi sekitar Rp50 juta, maka petani akan mengeruk keuntungan sebesar Rp 200 juta hanya dalam waktu sekitar 7 bulan. Sungguh sebuah analisis yang tidak salah jika kondisi cuaca sangat mendukung pertumbuhan tanaman mulai dari waktu penanaman hingga panen berakhir.
            Faktanya, saat harga cabai melambung tinggi seperti yang terjadi pada akhir tahun 2010 dan berlanjut hingga awal tahun 2011, justru mayoritas petani cabai yang mengalami kerugian. Banjir yang melanda bisa diantisipasi karena pada waktu dan daeah tertentu selalu terjadi banjir. Hujan dengan curah dan intensitas tinggi pun masih bisa diupayakan penanganannya untuk meminimalisasi kerusakan tanaman. Namun, datangnya  angin dengan kecepatan tinggi membuat banyak petani cabai tidak berkutik dan menyerah pasrah.
            Tingginya kecepatan angin akan merobek – robek daun dan menggoyang buah dan bakal buah sampai rontok, bahkan mampu mencabut perakaran tanaman. Belum lagi kondisi kelembapan dan suhu udara yang berubah – ubah akan meningkatkan serangan penyakit tanaman yang disebabkan oleh jamur. Salah satu yang paling parah dampaknya adalah penyakit antraknosa buah.

            Disinyalir, buah yang bisa dipanen pada situasi cuaca ekstrem tersebut hanya berkisar 10 – 20 % dari potensi produksi yang seharusnya. Pedagang cabai juga menanggung resiko besar karena kondisi fisik hasil panen mudah rusak dan tidak tahan lama. Namun, diantara kedua belah pihak, posisi pedagang lebig diuntungkan daripada petani. Sungguh sangat tidak adil. Padahal petani yang lebih banyak mengeluarkan modal, tenaga, pikiran, dan waktu untuk menunggu panen. Sementara itu, pihak pedagang yang justru menanggung resiko lebih kecil. Membaca fakta seperti itu, sudah saatnyalah petanilah yang seharusnya lebih Berjaya.  

disadur dari buku Panen Cabai Sepanjang Tahun penulis Ir Wahyudi : Agromedia 2011

Kamis, 18 Januari 2018

CABAI : Fluktuasi Harga, Bukan fenomena Biasa

Sikap masyarakat selama ini seperti sudah terbiasaketika harga komoditas sayuran, terutama cabai, naik turun dalam rentang setahun. Apalagi jika peningkatan dan penurunan harganya tidak terlalu signifikan. Namun, ketika lonjakan kenaikannya cukup drastic, masyarakat mulai berteriak. Semua pejabat unjuk bicara tentang sebab musababnya, bahkan saling menyalahkan tanpa memberikan solusi praktis jangka pendek untuk mengatasinya. Media massa pun menjadi punya topic hangat untuk dijadikan berita setiap hari. Sebenarnya sangat mudah dipahami jika harga cabai sampai melebihi harga daging dan respon mereka seperti itu. Mengingat juga masyarakat Indonesia sangat gemar makan masakan pedas.
            Banyak faktor yang dapat menyebabkan harga cabai berfluktuasi, diantaranya kebiasaan petani bertaman cabai mengiktui pola musim tanam sehingga pasokannya ke pasar tidak kontinyu. Masih rendahnya pengetahuan petani terhadap karakter tanaman cabai sangat terkait dengan hambatan pertumbuhan tanamn pada musim – musim tertentu adalah sebab lain. Dan tidak bisa dipungkiri, cuaca ekstrem yang melanda pertanian menjadi penyebab utama lonjakan drastic komoditas ini.

            Jika penanaman cabai dilakukan secara kontinu sepanjang tahun, dan sudah ada pemahaman petani untuk mengantisipasi hambatan musim, serta sosialisasi prakiraan cuaca ekstrem dari instansi terkait berjalan dengan baik, maka pasokan cabai ke pasar akan relative kontinu setiap saat. Jika hal ini bisa terwujud, maka fluktuasi harga cabai bukan lagi sebuah fenomena yang dianggap biasa, karena seharusnya memang tidak perlu terjadi. 

disadur dari panduan teknis cabai terbitan dari Agromedia 

Rabu, 17 Januari 2018

PARADIGMA PEMBANGUNAN PEDESAAN PARTISIPATIF

Pembangunan pedesaan pada masa yang lalu mendasar pada asas pemerataan yang penerapannya diarahkan secara sektoral dan pada setiap desa. Meskipun jenis dana / anggaran bantuan untuk pembangunan pedesaan bermacam – macam dan jumlahnya relative besar, tetapi jika dibagi secara merata, maka masing – masing desa memperoleh jumlah dana yang relative kecil, sehingga pemanfaatannya kurang maksimal.
Desa sebagai unit produksi (komoditas utamanya sector pertanian dalam arti luas) mempunyai peranan yang sangat penting sebagai penyangga daerah perkotaan. Kurang berhasilnya pembangunan pedesaan pada masa yang lalu, maka pada waktu sekarang ini paradigma pemerataan dan keadilan perlu dimodifikasi dengan (1) pendekatan spasial dalam bentuk pembangunan desa pusat pertumbuhan (DPP) dan kawasan terpilih pusat pertumbuhan desa (KTP2D), dan (2) pembangunan dilakukan secara partisipatif.
Pendekatan yang diarahkan pada masing – masing desa itu (pada masa lalu) dapat diibaratkan seperti sebatang lidi yang berdiri sendri, jelas sangat lemah dan tidak bermanfaat, sebaliknya jika lidi – lidi tersebut dihimpun dan dipersatukan dalam bentuk sapu lidi akan lebih kuat dan bermanfaat (Desa Pusat Pertumbuhan dan Desa – Desa Hinterland dalam kawasan terpilih Pusat Pertumbuhan Desa).

Pada waktu yang lalu, pendekatan partisipatif melalui pertemuan dan kesepakatan warga desa yang telah dilakukan akan menghasilkan rumusan program yang merupakan daftar keinginan dan bukan sebagai kebutuhan banyak orang, sehingga menimbulkan kekecewaan masyarakat. Pada waktu sekarang, perencaan partisipatif pada suatu program pembangunan harus dilakukan melalui analisis permasalahan, analisis potensi dan analisis kepentingan kelompok dalam masyarakat, dengan menggunakan criteria yang terukur sehingga menghasilkan rumusan program pembangunan yang benar – benar dibutuhkan oleh masyarakat setempat. Jadi perencanaan dilakukan secara bottom up ( dari lapisan masyarakat grass root) dan menerapkan pendekatan partisipatf dan spasial. 
disadur dari Buku " Membangun Desa Partisipatif" karya Rahardjo Adisasmita : Graha Ilmu