oleh: M Nasir
I.
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Globalisasi dalam
proses integrasi internasional yang terjadi karena pertukaran pandangan dunia,
produk, pemikiran, dan aspek - aspek kebudayaan lainnya. Kemajuan infrastruktur transportasi dan telekomunikasi,
termasuk kemunculan telegraf dan Internet,
merupakan factor utama dalam globalisasi yang semakin mendorong saling
ketergantungan (interdependensi)
aktivitas ekonomi dan budaya.
Suatu
fenomena yang dalam terakhir ini berkembang pesat mengikuti pesatnya laju
globalisasi ekonomi dunia adalah munculnya blok-blok ekonomi dan perdagangan
regional disejumlah wilayah di dunia. Di dalam literature perdagangan / ekonomi
internasioanal, fenomena ini disebut sebagai regionalism, yakni pembentukan
integrasi-integrasi ekonomi regional seperti ASEAN di Asia Tenggara, Uni Eropa
(UE) di Eropa, dan NAFTA di Amerika Utara. Bentuk dari
integrasi-integrasi ekonomi regional yang ada bervariasi, mulai dari yang
sangat sederhana atau yang masih pada tahap awal dari pembentukan suatu
integrasi ekonomi regional, yakni sejumlah negara membuat
kesepakatan-kesepakatan bersama untuk meningkatkan perdagangan antarmereka
(preferential trading arrangement; PTA) yang bersifat tidak mengikat atau
sukarela seperti APEC (Asia Pacific Economic Co-operation) hingga
pembentukan organisasi resmi dengan segala
macam kesepakatan yang sifatnya mengikat, seperti ASEAN dan UE. (Hawarnita:
2013).
Produksi karet Indonesia meningkat secara perlahan dari
2.440.347 ton di tahun 2009 menjadi 2.990.184 ton pada 2011. Kemudian terus
meningkat di tahun 2012 sebesar 3.040.376 dan diperkirakan pada tahun 2013
sebesar 3.100.000 ton. Produksi karet Indonesia masih didominasi oleh karet
rakyat dengan luasan terbesar di Indonesia yang diusahakan oleh jutaan petani
kecil-kecil (small farm) dan memberikan kontribusi besar dalam
menghasilkan devisa negara. (Marieska Harya :
2013)
Indonesia
menghasilkan 2,55 juta ton karet alam pada tahun 2007 setelah Thailand dengan
produksi karet alam sebesar 2,97 juta ton. Hal ini membuat Indonesia menjadi
negara pengeskpor kedua karet alam terbesar di dunia, tapi kondisi ini tidak
membuat ekspor karet alam Indonesia bebas dari masalah. Ekspor karet alam
Indonesia masih mengalami beberapa kendala seperti harga karet alam yang
fluktuatif, produktifitas yang rendah, faktor minyak mentah dunia,
ketidakstabilan nilai tukar serta kondisi perekonomian dunia mempengaruhi
volume ekspor karet alam Indonesia. (Julivanto:
2009)
2.2. Rumusan
Masalah
Rumusan masalah yang diambil oleh penulis adalah
sebagai berikut:
-
Apakah fenomena
– fenomena yang dihadapi komoditas karet Indonesia di pasaran dunia?
-
Bagaimana cara
mengatasi dan mengembangkan daya saing dalam persaingan perdagangan karet di
pasaran dunia?
2.3. Manfaat dan Tujuan
Adapun
manfaat dan tujuan yang ingin penulis dapatkan dari tulisan ini adalah sebagai
berikut:
-
Mengetahui
fenomena – fenomena yang dihadapi komoditas karet di pasaran dunia
-
Pengembangan
daya saing karet di pasaran dunia diharapkan dapat meningkatkan perekonomian
bagi sector pertanian khususnya karet dan yang berhubungan langsung maupun yang
tidak langsung.
II.
PEMBAHASAN
2.1.
Fenomena Komoditas Karet Indonesia di Pasaran Dunia
Jumlah konsumsi karet dunia dalam beberapa tahun terakhir
terjadi peningkatan, jika pada tahun 2009 konsumsi karet dunia sebesar 9,277
juta ton, untuk tahun 2010 naik menjadi 10,664 juta ton. Sementara produksi
karet mentah dunia hanya mampu memberikan sebanyak 10,219 juta ton pada tahun
2010 naik dibandingkan dengan tahun 2009 yang sebesar 9,702 juta ton karet alam
atau minus sekitar 445.000 ton. Harga karet di pasar dunia tersebut dipengaruhi
oleh tingginya permintaan terhadap komoditas tersebut dari negara-negara yang
mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat seperti China, India, dan Asia
Pasifik.
Berdasarkan data Biro Pusat Statistik bahwa untuk luas areal
karet Indonesia sebagai yang terbesar di dunia dengan luas 3,4 juta hektar,
diikuti Thailand seluas 2,6 juta hektar dan Malaysia 1,02 juta hektar. Meski
memiliki lahan terluas, produksi karet Indonesia tercatat sebesar 2,4 juta ton
atau di bawah produksi Thailand yang mencapai 3,1 juta ton, sedangkan produksi
karet Malaysia mencapai 951 ribu ton. Untuk mutu bahan olah karet rakyat
(bokar) sangat menentukan daya saing karet alam Indonesia di pasar
International. Dengan mutu bokar yang baik akan terjamin permintaan pasar
jangkan panjang. Mutu bokar yang baik dicerminkan oleh Kadar Kering Karet (KKK)
dan tingkat kebersihan yang tinggi. Upaya perbaikan mutu bokar harus dimulai
sejak penanganan lateks di kebun sampai dengan tahap pengolahan akhir.
Indonesia pada tahun 2010 hanya mampu memberikan kontribusi
untuk kebutuhan karet dunia sebanyak 2,41 juta ton karet alam atau urutan kedua
setelah Thailand yang sebesar 3,25 juta ton. Menurut data Gabungan Perusahaan
Karet Indonesia (GAPKINDO), untuk tahun 2011 produksi karet alam dunia
diasumsikan hanya berkisar 10,970 juta ton sementara untuk konsumsi
diperkirakan mencapai 11,151 juta ton sehingga terjadi kekurangan pasokan atau
minus sekitar 181.000 ton. Kurangnya produk karet alam dunia di tahun 2011
salah satunya di karenakan terganggunya produksi karet di beberapa negara
seperti Australia, hujan deras yang disebabkan oleh lamina yang juga
menyebabkan banjir di negara tersebut telah mengganggu proses penyadapan karet.
Kemudian di Thailand asosiasi natural rubber producing countries di Thailand
memperkirakan produk karet alam pada musim dingin yang berlangsung mulai
Febuari-Mei berdampak pada menurunnya produk karet hingga 50 persen. Dengan
adanya asumsi tersebut, dipastikan Indonesia berpeluang besar untuk memasok
karet alam hasil produk Indonesia ke luar negeri/ekspor dan tentunya dengan
catatan untuk produk karet Indonesia agar lebih ditingkatkan. Untuk tahun 2010
ekspor karet Indonesia sebesar 1,9 juta ton. Diperkirakan untuk targetnya tahun
ini ekspor karet bisa naik hingga 10%.
Namun, Indonesia tidak serta dapat meraup keuntungan dari
karena perkembangan produksi karet yang tidak signifikan. Hal ini terjadi
karena masalah- masalah sebagai berikut:
-
Produktifitas
karet di Indonesia masih rendah jika dibandingkan dengan Thailand, dan Malaysia
-
Produktifitas
yang rendah masih dibarengi dengan mutu yang rendah akibat petani tidak
mengusahakan karet secara optimal
-
Indonesia
tidak memiliki pelabuhan besar yang dapat mengekspor langsung ke negara tujuan,
sehingga untuk ekspor harus melalui Singapura
2.2.Pengembangan
Daya Saing Karet Indonesia di Pasar Dunia
Pengembangan karet di pasar dunia mutlak harus dilaksananakan
dan dilakukan secara berkelanjutan. Berbagai cara yang dilakukan untuk
mengembangkan daya saing karet Indonesia antara lain dengan cara:
-
Meningkatkan
mutu bahan olah karet (bokar)
Mutu
bahan olah karet rakyat (bokar) sangat menentukan daya saing karet alam
Indonesia di pasar International. Dengan mutu bokar yang baik akan terjamin
permintaan pasar jangkan panjang. Mutu bokar yang baik dicerminkan oleh Kadar
Kering Karet (KKK) dan tingkat kebersihan yang tinggi. Upaya perbaikan mutu
bokar harus dimulai sejak penanganan lateks di kebun sampai dengan tahap
pengolahan akhir.
-
Penciptaan iklim
investasi kondusif
Iklim investasi yang kondusif dengan
pemberian kemudahan dalam proses perijinan, pembebasan pajak selama tanaman
atau pabrik belum berproduksi, pemberian rangsangan kepada pengusaha untuk
menghasilkan end product bernilai tambah tinggi yang non-ban, yang prospek
pasarnya di dalam negeri cerah, adanya kepastian hukum dan keamanan baik untuk
usaha maupun lahan bagi perkebunan, dan penghapusan berbagai pungutan dan beban
yang memberatkan iklim usaha.
-
Pengembangan
sarana dan prasarana yang mendukung
Sarana dan prasarana yang mendukung
terutama transportasi akan sangat menunjang bagi pengembangan karet terutama
untuk ekspor. Sarana ekspor terutama pelabuhan besar yang dapat mengimbangi
Singapura. Pelabuhan ini akan dapat melaksanakan ekspor langsung ke negara
pengimpor tanpa melalui Singapura terlebih dahulu.
III.
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Karet
Indonesia dalam persaingannya di pasar dunia masih perlu dan dapat dikembangkan
kembali. Namun, dalam pelaksanaannya komoditi karet Indonesia masih kalah saing
dengan karet Malaysia dan Thailand. Untuk itu diperlukan perbaikan diberbagai
sector, baik sector on farm maupun sector in farm.
Pengembangan
daya saing karet Indonesia dilaksanakan dengan cara meningkatkan mutu karet
baik bokar dan tanaman. Segi sarana dan prasarana penunjang terutama jalan dan
pelabuhan yang mampu bersaing dengan negara tetangga.
DAFTAR PUSTAKA
Vagha, Julivanto. 2009.
Dinamika ekspor karet alam Indonesia. Diakses 1 juni 2014 diunduh dari http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/15460
Hamawita. 2013. Usaha Indonesia menghadapi
perdagangan. Diakses 1 juni 2014 diunduh dari http://hawamita.blogspot.com
Mariezka. 2013.
produksi karet Indonesia sampai 31 juta ton. Diakses 1 juni 2014. Diunduh dari http://economy.okezone.com